Minggu, 23 Maret 2014

Fika versus Memasak

Hai Fika? Hai. Lagi apa? Lagi makan. Makan sama apa? Penyetan lele. Masak sendiri atau beli? Beli. Kenapa beli, nggak bisa masak ya? (END).
Sekilas percakapan antara aku dan temenku. Ya, teman. Teman lama. Teman SMP ku dulu, temen kira-kira tau 5 tahun lalu. Tanpa kenal. Kenapa aku sebut tanpa kenal? Aku sekedar tau namanya, Brooo. Barusan aku ketemu dia di BBM. Dia pakai nama salah satu vokalis band trus belakangnya ada embel-embelnya grup yang saat ini dia ikuti. Alhasil aku manggil dia pakek nama itu, eh.. setelah diberitau temenku, aku baru ‘ngeh’. Kembali lagi ke topik tanpa kenal, aku tau dia se-SMP yang sama dengan aku dulu. Tapi aku dan dia ndak pernah satu kelas. Selama tiga tahun menempuh pendidikan di kelas SMP itu ndak pernah sekelas sama dia. Tapi bukan karena ndak sekelas trus aku ndak tau dia. Aku tau dia seangkatan sama aku dan aku sama dia ndak pernah dekat. Selama SMP dulu aja itu aku sama dia ndak pernah ngobrol. Eits, kelamaan mbahas dia, sebenarnya dia dan siapa dia sosok sebenarnya itu bukan fokus pembicaraan dan yang paling penting adalah topik pembicaraan pada tulisanku kali ini yaitu yang terpampang jelas pada paragraf pertama. Samar-samar menjelaskan judul yang aku buat sih. Hehehe.
Jadi gini, bukannya aku ndak mau diatur, keras kepala, gak bisa masak, kerjaannya hanya kuliah, atau cewek malas. Tapi aku merasa, kalau ada seseorang, entah itu cowok ataupun cewek meragukan kalian bisa masak apa ndak, itu sangat meyayat hati, pikiran, dan batin. Apalagi ada seseorang yang mengejek kalau kalian ndak bisa masak. Aku rasa, semua cewek itu BISA memasak. Entah itu mahasiswi, karyawan swasta, guru, dosen, penjaga warnet, SPG, dan lain-lain. Pokoknya wanita lah, menurut aku semua bisa memasak. Tidak tertutup kemungkinan laki-laki juga. Menurutku laki-laki juga bisa memasak.
Memasak menurut aku adalah kegiatan. Kegiatan biasa yang tidak begitu dielu-elukan. Memasak adalah kegiatan hidup yang sama dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Mungkin bagi seorang chef atau karyawan dapur, memasak adalah hal yang sangat penting, bahkan bisa jadi mungkin memasak menjadi nomor satu di hidupnya. Memasak bagi seorang chef, adalah separuh nafasnya, separuh hidupnya. Memasak adalah hal yang mendarah daging di hidupnya.
Berbicara memasak, tidak lepas dari ibu rumah tangga. Bahkan ada pepatah yang pernah aku dengan berbunyi “pekerjaan wanita iku 3 m, masak, manak, dan macak”. Artinya “pekerjaan wanita itu adalah memasak, melahirkan, dan berdandan. Pepatah itu betul. Betul karena secara umum di dalamnya mengemukakan 3 hal kegiatan manusia, yaitu memasak, melahirkan, dan berdandan. Bahkan disini, aku tulis ‘manusia’ karena apa? Seorang laki-laki pun juga bisa memasak dan berdandan. Laki-laki berdandan? Apa benar? Benar saja. Kalau kamu cowok, sebelum berangkat kencan dengan cewek yang kamu cintai, kamu dandan kan? Iya bisa saja kamu bilang itu bukan dandan, tapi memakai jelly di rambutmu, memakai minyak wangi, berpakaian rapi, berdiri diatas kaca sambil mencukur dan merapikan jenggot, itu berdandan ala laki-laki. Kembali ke papatah, pepatah tersebut bukan lantas menjadi pedoman atau panutan semata. Di jaman sekarang yang serba canggih, pepatah tersebut masih ada eksistensinya, namun perlu dikembangkan. Cara pengembangannya tergantung pada diri manusia sendiri. Ataukah pola pikir seorang manusia masih terpaku dan terperangkap dalam 3 kegiatan yang seolah-olah hanya itu saja kegiatan yang ada di dunia ini. Atau berkembang menjadi lebih kreatif, inovatif, dan mandiri dengan tetap dibawah peraturan dan tata krama yang ada.
Dosenku pernah bilang, mahasiswa terutama mahasiswi harus belajar memasak mulai sekarang karena dengan memasak, bisa mengetahui dan mengatur manajemen uang, selain itu dengan memasak juga lebih hemat. Saat dinasehati demikian, dalam hati aku mengiyakan, bahwa perkataan dosenku benar dan tidak ada kewajiban untuk memasak atau dengan kata lain tidak ada desakan, perintah keras, atau himbauan keras bahwa mahasiswi harus memasak. Beliau menambahkan bahwa memasak merupakan salah satu sikap ilmiah IPA yaitu teliti, teliti dalam manajemen uang. Beliau memang dosen mata kuliah IPA yang topik kuliah pada saat itu adalah mengenai IPA sebagai proses, produk, dan sikap ilmiah. Nasehat ini sekaligus metode beliau untuk menyampaikan sikap ilmiah IPA kepada mahasiswanya. “Memasak berarti sikap anak IPA”, imbuh beliau. Seketika setelah mendengar kalimat tersebut aku berbisik ke temanku yang duduk di sebelah bangkuku. Aku bilang memasak adalah sikap anak IPA, sikap anak IPS tidak memasak tapi selalu membeli dan berpindah toko satu ke toko makanan yang lain untuk mengetahui toko mana yang makanannya enak dan murah”. Aku dan temanku tertawa kecil lalu lanjut mendengarkan kuliah beliau.
Tidak perlulah membahas lebih dalam mengenai anak IPA atau anak IPS, seperti ada jurang pemisah aja antara anak IPA dan anak IPS. Anak siapa saja itu pintar. Anak siapa saja tetap mempunyai potensi. Tergantung dari sudut mana memikirkannya dan memaknainya. Sejauh kita tetap berfikir jernih dan positif.
Mahasiswa yang tidak memasak alias membeli, dia tau harga bahan masakan di warung, membandingkannya dengan harga bahan masakan hari warung lainnya, dan mencocokkannya dengan jumlah uang yang dipunyainya. Lebih jauh lagi, bila ada yang bertanya mengenai warung makan mana yang cocok untuk makan, dia bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan mantap dan bisa merekomendasikan orang lain tentang tempat makan / warung yang terbaik. Mahasiswa yang tidak memasak alias membeli kenal dengan penjual di warung, lebih jauh lagi bila dia berlangganan dia bisa kenal dengan pembeli lain. Dengan ini kemampuan sosialisasi bertambah. Mahasiswa yang tidak memasak alias membeli, tau makanan yang sehat, sehingga dia tidak membeli makanan yang dijual di warung atau di tempat makan yang tidak sehat. Mahasiswa yang memasak yang tidak tau makanan tersebut sehat atau tidak alias asal masak atau sedang eksperimen, dia bisa belajar dan merekomendasikan orang lain. Misalnya bila ada sakit karena mengkonsumsi masakan yang dia masak sendiri, apabila ada yang tanya “Kamu sakit kenapa?” dia jawab “Karena makan masakan di warung itu, sebaiknya kamu dan teman-teman lain jangan makan di warung itu karena masakannya ternyata kurang higienis.” Mahasiswa yang tidak memasak alias membeli juga bisa berwirausaha dengan menjadi distributor nasi bungkus dan bila ditekuni secara telaten dam mendalam bisa menjadi distributor makanan dan warung, dan menjadi manajer makanan.  
Mahasiswa yang memasak, dia tau harga bahan masakan hari itu, membandingkannya dengan harga bahan masakan hari kemaren, dan mencocokkannya dengan jumlah uang yang dipunyainya. Lebih jauh lagi, bila ada kenaikan atau kemerosotan harga bahan makanan dia juga akan lebih tau. Mahasiswa yang memasak kenal dengan penjual bahan makanan, lebih jauh lagi bila dia berlangganan dia bisa kenal dengan pembeli lain. Dengan ini kemampuan sosialisasi bertambah. Mahasiswa yang memasak tau tempat-tempat dimana dia membeli bahan makanan. Mahasiswa yang memasak tau makanan yang sehat, sehingga dia memasaknya. Mahasiswa yang memasak yang tidak tau makanan tersebut sehat atau tidak alias asal masak atau sedang eksperimen, dia bisa bertanggung jawab. Misalnya bila ada sakit karena mengkonsumsi masakan yang dia masak sendiri, apabila ada yang tanya “Kamu sakit kenapa?” dia jawab “Karena makan masakan eksperimen yang aku buat sendiri.” Nah. Mahasiswa yang memasak juga bisa berwirausaha dengan membuka warung makanan yang dimana dia sendiri yang memasak semua menu masakan dalam warungnya.
Masih banyak pendapat-pendapat positif mengenai suatu hal, lantas kenapa kita harus suudzon? Gampang seseorang untuk bicara, mengolok-olok, bahkan menghujat. Apalagi berbicara dengan seseorang yang jauh dan si pembicara yakin tidak akan pernah kopi darat dengan si lawan bicara. Semakin lepas saja kata-katanya dan tidak memikirkan perasaan atau hati lawan bicara. Ada yang bilang “hidup itu sawang-sinawang”, kita yang menjalani hidup, orang lain yang mengomentari. Memasak menurutku mempunyai banyak arti. Mungkin yang aku tuliskan disini cuma sebagian saja. Memasak adalah kegiatan, waktu, kesempatan, kreasi, kesenangan, kewajiban, kesiapan, rasa, dan waktu.
Memasak adalah kegiatan yaitu bagian dari hidup yang dilakukan semua orang, baik laki-laki atau perempuan. Semuanya bisa memasak. Memasak air, memasak mie. Menggoreng telur. Memasak sayur sop. Memasak nasi goreng. Memasak bahan makanan menjadi enak dan sehat untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Memasak adalah kesempatan emas bagi semua orang. Mengolah hasil sumber daya alam yang diciptakan Allah lalu memasaknya dengan disertai dengan doa. Kesempatan emas untuk beribadah di dunia, untuk bekal kelak di akherat.
Memasak adalah kreasi. Dengan memasak kita berkreasi mengenai resep masakan. Resep masakan yang lama bisa di-“combine”  dengan resep masakan yang baru. Semakin banyak berkreasi, semakin mahir. Ikut kompetisi memasak lalu menjadi juara I. Sama dengan kreasi, memasak juga tetang rasa.
Memasak adalah kesenangan. Bisa meracik sendiri makanan, makanan yang kurang enak menjadi bahan lucu-lucuan setelah itu dievaluasi agar tidak memasak dengan cara yang kurang benar. Kesenangan juga bisa membagi masakan dengan orang lain, baik keluarga, teman, sahabat dekat, maupun orang lain.
Memasak adalah kewajiban. Sama dengan makan, makan adalah kewajiban. Memasak juga kewajiban. Kelas setelah berumah tangga, wanita menjadi seorang istri dan istri harus memasakkan makanan untuk keluarganya.
Memasak adalah kesiapan. Kesiapan untuk memanajemen uang dan waktu bagi semua jenis pekerjaan, terutama mahasiswa. Kesiapan untuk menjadi istri yang baik. Kesiapan untuk menjadi juara I di kontes masak. Kesiapan untuk dipuji suami dan anak karena masakan lezat. Uuuupppss!! :D
Memasak adalah waktu. Memasak membutuhkan waktu. Manajemen waktu sangat penting untuk memasak. Sekarang aku ada di semester 4, dulu saat semester 1 dan 2 aku sempat memasak, memasak penyet tempe sambal bawang, memasak udang goreng krispi, sampai memasak soup ceker. Aku abadikan dalam sebuah foto. 


Saat itu aku berharap, aku bisa menjadi seorang chef atau menjadi seseorang yang punya restoran terbesar di dunia. Semester 3 sibuk kuliah karena dosen rajin memberi tugas kuliah, semester 4 juga demikian. Tidak sempat memasak 2 semester saja sudah dibilang tidak bisa masak. Sungguh omongan yang asal keluar dari mulut. Tapi aku bersyukur dia melontarkan kata-kata demikian, sehingga aku bisa menulis ini, dan berbagi kepada yang lain.
And the end, semua orang bisa memasak. Pikirkan dulu apa yang akan kita omongkan sebelum kita berbicara. Jangan asal bicara. Berpikir positif, karena berpikir negatif akan membuat kita “bagaikan katak dalam tempurung”.
Salam “Melihat Kebaikan Di Segala Hal”...

Selasa, 28 Januari 2014

My 20

Hari ini hari ulang tahunku yang ke-20. Orang pertama yang mengucapkan "selamat ulang tahun" adalah ibuk. My special person, love you ibuk. Lalu adek, abis itu temen-temen kuliahan. Abis itu ayah. Dan saat aku nulis ini, aku belum cek facebook-ku. Hal yang menyedihkan saat ulang tahunku kali ini adalah, saat ibuk tanya "Si ** udah ngucapin belum?" hahaha. Kepalaku rasanya ketimbun batu. Aku jawab,"Udah lah Bu, lupain aja. Anggap aja nggak pernah ngucapkan. Anggap aja nggak pernah ada." aku mengucapkannya dengan bibir pilu, jantung lemas, rasanya hampir pingsan. Mataku berkerling. Yah, sepintas kata-kata itu aku sisipi ketawa. Ketawa palsu. Mataku hampir menangis. Hidungku pengar, penuh sesak oleh air. Entah siapa yang mengutus air mata membasahi rongga dalam hidungku.
Oh Allah, Tuhanku... Tuhan penguasa alam. Pemilik rasa cinta, Sang Maha Cinta. Dia barusan menelfonku. Dia mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Aku kerasa hapeku bergetar. Jantungku rasanya berdegup keras banget. tapi setelah selesai telpon, rasanya ada jantungku berhenti. Ada yang hilang.


Sabtu, 11 Januari 2014

mbedos!!

rabu, 9 oktober 2013

hari yang seharusnya menyenangkan karena semakin dekat dengan jumat, pulang kampung. tanggal 9 bulan 10, cantik sebenarnya. tapi tidak secantik pikiran yang sedari tadi siang berkecamuk di otak ku. tadi siang aku mengembalikan buku di perpus, sekalian mau pinjam buku lagi. lalu aku pinjam buku pakai kartunya teman, hampir saja kartuku di sita. kata si bapak penjaga perpus, itu sudah termasuk pelanggaran. beliau juga menambahkan, "coba kamu bandingkan dengan perpus lain. saya ini sudah sabar. untung kartu kamu ndak saya sita." aku hanya melongo. nonsense. krik-krik. bandingakn dengan perpus lain? hello... sudah saatnya kita seharusnya melek pada perubahan. menurut aku, kita gak perlu membandingkan diri kita atau apalah kemampuan kita dengan orang lain/benda lain/dll. cobalah kita benahin diri dulu. perbaiki diri. instrospeksi diri. minimal buat progres. melek teknologi. melek pengetahuan. kalau ingin dibandingkan dengan yang lain, apa mau dipujikah? ingin dianggap unggul dari yang lain? yah, kalau sudah merasa baik, unggul, profesional ya kemampuan diri gak akan berkembang. malah itu disebut kesombongan terselubung. menganggap diri sudah baik jadi gak berkembang alias jalan ditempat plus meminta orang untuk membandingkan dengan hal lain, ups... poin fatal tambah satu, menurutku. ya menganggap diri paling baik, mencoba bersaing, membandingkan diri dengan yang lain itu hal yang ada sisi positif dan ada sisi negatifnya. tapi, aku sarankan nggak lagi mikirin hal yang semacam itu. mulai sekarang kita fokus untuk mengembangkan diri, membuat inovasi-inovasi, dan tanggung jawab. jangan sibuk memikirkan kesombongan terselubung deh!
aku lihat di salah satu grup perkumpulan mahasiswa di jejaring sosial, ada salah satu mahasiswa yang ingin perpus dibuka 24 jam. hal yang terkesan imposible kalau diterapkan di kampusku, namun aku setuju dengan alasan mahasiswa yang dari gaya bicaranya aku prediksi dia mahasiswa tingkat akhir. dia meminta perpus dibuka 24 jam agar mahasiswa yang skripsi bisa belajar di perpus bahkan all of time. aku rasa aku setuju dengan pendapat ini. walaupun terkesan very very imposible tapi perlu direalisasikan bagi kampusku khususnya fakultasku ini agar meningkatkan kualitas belajar mahasiswa. bahkan aku yang sekarang semester 3, sangat membutuhkan peran perpustakaan dalam menyediakan buku-buku yang relevan bagi perkuliahan. jadi aku ingin tugas aku tidak hanya copas dari internet, tapi dari bahan rujukan yang otentik yaitu buku. selain itu aku nilai buku sangat banyak manfaatnya bagi mahasiswa. aku hanya bisa berdoa semoga perpus bisa buka lebih pagi dan tutup lebih sore, buka jam 7 dan tutup jam 5. aku rasa jam demikian cukup, tapi 24 jam lebih baik lagi. aku pernah lihat ada mahasiswa skripsi yang memohon mohon agar perpusnya dibuka. kelak aku akan menjadi mahasiswa tingkat akhir yabg sibuk skripsi. harusnya kelak tempat faforitku itu bisa lebih maju: tenaga pelayanannya ramah, disiplin, bertanggung jawab, integritas tinggi, buku-bukunya lebih lengkap, lebih lama waktu bukanya, dan yang paling vital adalah memperbolehkan  mahasiswa untuk meminjam buku lebih dari2 / maksimal 5!! it's my dreams!
sudah sekian lama aku memendam perasaan ini, bisa dibilang satu setengah tahun pasca pengumuman penerimaan mahasiswa baru waktu itu. semester satu, aku pernah gondok tingkat dewa karena masalah parkir. mungkin kalian yang baca tulisan ini bingung bahkan mengatai aku, masalah parkir aja dibuat besar. mungkin buat kalian yang kuliah naik sepeda motor, pakaian ala-ala artis, kalian gampang bisa parkir dimana-mana. sedangkan aku? mahasiswa semangat pergi ke kampus, belajar buat UTS, memilih bangku untuk UTS, mengerjakan tugas di kampus pagi-pagi. bisa dinilai semangat ngampusnya besar. apalagi dengan semangat maba. uh, masih keinget kata-kata mahasiswa agent of changes! gagal masuk kampus karena parkirnya belum buka alias masih tutup. aku coba parkir di fakultas sebelah. alhasil apa? aku diusir sama penjaga parkirnya hanya karena si penjaga parkir melihat gaya pakaianku yang gak sesuai dengan fakultasnya. gak begitu saja, aku juga diancam akan digembos ban sepedaku kalau tetap nekad parkir disitu. parkir luas, masih senggang, hanya ada 5 sepeda motor yang ada di parkitan itu. My God, parkiran fakultas sebelah fakultasku ini... mahasiswanya belum banyak yang parkir, penjaga parkirnya sudah ada. sedangkan fakultasku, antrian mengular bak antrian sembako, pukul 6:45 penjaga parkir belum kelihatan batang hidungnya, gerbang parkir belum kunjung buka. pasca kejadian itu, aku tetap masuk pagi dan pernah penjaga parkir telat lagi. 


aku nekat mengangkat sepedaku masuk melintasi gerbang parkir. Alhasil, saat penjaga datang dia agak bingung kenapa sepedaku sudah nangkring di area parkir sedangkan gerbang belum buka. tapi gerbang cadangan yang aku lewati itu kini sudah ditutup, mungkin untuk mengantisipasi munculnya mahasiswa macam aku yabg menerobos masuk parkiran. tapi aku yakin banget mahasiswa yang naik sepeda motor gak akan meniru aksi ekstrim ku ini. gak mungkin mereka mengangkat motornya, adegan yang sangat berbahaya pastinya. penjaga parkir tugas yang mulia. tanpa penjaga parkir bisa saja parkir tidak tertib, bahkan resiko kehilangan semakin besar. tapi, kalau macam ini. tentunya harus bisa lebih tanggung jawab. dari tanggung jawab diri itu insyaallah akan dapat menciptakan kehidupan yang selaras dan seimbang. tentunya, menghormati dan otomatis lebih menghargai dan saling menghargai kepentingan satu sama lain. aku yakin komponen-komponen itu saling berkesinambungan. bila salah satu komponen kompak maju, insyaallah akan sukses dan lebih baik lagi. tapi satu komponen tidak bisa menonjol secara individual tanpa komponen-komponen yang lain. kemajuan tidak bisa di raih jika berjalan sendiri. hm... yang sejak tadi mbledos unek-unek sampai berteori kesana kemari, semuanya balik lagi pada "manusia tidak luput dari salah, khilaf, dan dosa." Sabar. tenang. kita makhluk Allah yang punya pedoman. punya agama. hadapi hidup.
kampusku, banyak cerita tentangmu. harusnya aku senantiasa ingat saat aku menuliskan namamu di lembar snmptn undanganku. saat aku sujud dengan berlinang air mata telah diterima belajar banyak di bawah almamater ini. saat aku ingat itu setiap saat, mungkin banyak air mata yang berjatuhan, namun dari banyaknyanya air mata tersebut akan terseka dengan sapu tangan kesuksesan kelak di kemudian waktu.
terima kasih almamaterku tersayang. :-)

Fikahati-

Pura-pura Cinta

Akhirnya UAS semester 3 kelar. Seneng banget bisa lepas dari semester penuh penyiksaan ini. Padahal 17 SKS tapi tugasnya, ehmmm... bikin ndak bisa tidur. Sebelum UAS, banyak banget yang bejubel di pikiran, pengen nulis, pengen curahin semua di blog. Aku janji pasca UAS de aku nulisnya. Sekarang UAS udah kelar, pikiran ilang kemana-mana. Hehehe... maklum, efek UAS kali yag!
Jadi gini, baca judul diatas pasti sangkut pautnya sama perasaan, hati, cinta, suka, pacar, ujung-ujungnya pasti... galau. Hmm, sebenernya aku dah males ni galau-galauan lagi. Tapi katanya kalau gak galau gak normal. Galau boleh aja sih tapi ya jangan galau mulu. Surem banget sih hidup jadinya. Padahal kita hidup juga butuh bahagia. Ngomongin soal pura-pura cinta, aku sebenernya malu banget sama... sama... sama... kedua orang tuaku. Kalian tau kenapa? Ya, kemaren aku diajak mbahas tentang pacar dan akhirnya aku curhat tentang pacar aku yang antah berantah lagi dimana, tau lagi apa, kabarnya gimana, dan batang hidungnya pun gak pernah keliatan. Ga aku ceritain lengkapnya gimana, soalnya males ngetiknya, males galaunya. Hahaha... jadi ujung-ujungnya cerita, ibu bilang gini,"Dia itu pura-pura cinta sama kamu, soalnya di awalnya kamu keliatan cinta mati sama dia. Jadi ya dianya ngimbangin kamu aja, padahal ndak maksud cinta. Jadi cuma pura-pura doang." Aku rasanya langsung "JLEB!". Sedih campur galau campur heran, tapi 99% malu. Gimana gak mau, orang tua aja bilang gitu. Yah, mau apa lagi. Memang ya, cinta itu ndak bisa dipaksakan. Semoga galaunya mandek sampek sini aja yag! Galau tentang perasaan tapinya.... Hehehe. Kalau hidup seneng terus, ndak ada galaunya, gak normal kali ya! 
Cukup nih, postingan kali ini mbahas tentang "Pura-pura Cinta". Sambung lain kali yag! Aku berharap bisa posting liwat netbook ku pribadi. Soalnya ni minjem netbook adekku. Netbooku sakit, kena virus. Sekarang masih nginep di tempat servis. See you!! :D