Selasa, 22 April 2014

Poem for Kartini Days ^^

Ikut lomba cipta karya puisi tapi gak dapat juara, xixixi...

Kirana di Sudut Mata Pertiwi
Karya: Fikahati R.

Ini bukanlah puisi roman picisan

Ini bukanlah puisi balada hati nan gembira
Ini bukanlah puisi dengan senyum dan wajah berseri

Ini adalah puisi epik dalam ode
Ini adalah puisi lirik atas kami
Dan ini adalah puisi elegi pada kalian
Ketika wangi bunga semerbak membuncah di penciuman
Ketika hati yang melayang akhirnya punya labuan

Puisi ini adalah kisah
Kisah bangkitnya wanita dari kelamnya memori
Puisi impian adalah sajak
Sajak bagi kami padamu atas kisahmu
Yang bertajuk “Habis Gelap Terbitlah Terang

Wahai Ibu,
Tergambar pada benak kami akan wujudmu
Bagimu kata emansipasi adalah yang utama
Karena engkau merasa pentingnya kaum perempuan
Yang berasal dari pertiwi
Akan kembali pada tanah air
Dan Ibupun berasal dari tanah air
Tanah Air Indonesia Merdeka

Ketajaman pikiranmu
Terselip pada tinta yang tertoreh pada lembar-lembar kertas
Kegelisahamu pada agama
Penolakanmu pada budaya feodal
Melayang, melalang buana dunia
Membisikkan rintihanmu pada wajah-wajah akrab
Walau tak bersua

Saudaraku sebangsa setanah air
Cobalah...
Kenanglah Ibu
Ketika mereka ditengah api yang membara
Penindasaan bagai gagak menjatuhkan malam
Disana mata mereka menajam
Menatap dari sangkar emas ditengah neraka
Dan tubuh mereka seolah berkata:
Pergilah kalian wahai kalian setan laknat!
Berikan kesempatan bagi kami untuk berkata!

Langit terbenam merah
Hujan memupuk mendung
Meruntuhkan apa yang kelam diperjuangkan
Wanita, berhenti duduk meratap di persimpangan
Ramah kepada lelaki dinilai sampah usang
Abai pada lelaki dibilang berbusung dada
Senyum pada sesama dara dikira menggila menggelora
Merespon lelaki diteriaki obral harapan
Sedikit abai disangka sok ratu agung
Diam termenung dianggap sok putri raja
Berkelana ditanggung lelaki dicap pengemis recehan
Berkelana mandiri dikata hilang akal
Muntahan argumen-argumen kosong

Sebegitu kelamnya duniamu kini
Hingga menggelapkan mata batinmu
Ricuhnya perang batinmu
Hingga merampas sorot damai di matamu

Biarkan aku mencoba cairkan dinginmu
Meski aku bukan utusan
Negeri hitam atau putih
Namun bukan pula aku

Biarkan
Pahlawanku... Ibu...
Jika sebagain masih memicingkan matanya
Kepada kaum hawa
Biarlah keadilan Tuhan yang membalas
Dan, andaikan setiap puisi adalah doa
Kami harap ini adalah puisi
Dengan kisah yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar